“Berdasarkan novel-novel, kalau kita memiliki mimpi tuliskan mimpi itu dikertas dan tempelkan di dahi seperti ini,” suara suami tiba-tiba terdengar memecah keheningan di rumah kecil kami di Hackett.
Beberapa detik kemudian, saya tertawa terpingkal-pingkal melihat sebuah kertas tertempel tepat di dahinya. Meski hanya berasal dari cerita novel, tampaknya alur cerita yang dengan cerdas dibawakan oleh penulis Buku 5 cm itu telah memberi inspirasi besar baginya.
“Kita buat saja buku impian, kalau kita punya mimpi maka gambarkan mimpi itu dibuku, dan mudah-mudahan dengan melihatnya kita bisa termotivasi untuk mencapainya, gimana?” ujarnya antusias. Saya mengangguk sepakat.
Tidak lama setelah itu kami memutuskan untuk membeli buku sketsa kosong dan mulai menempeli buku impian kami dengan gambar tempat-tempat yang ingin kami kunjungi dan impian-impian besar kami di masa depan. Semua tempat-tempat yang ingin kami datangi serta milestones yang ingin kami capai tertata rapi di dalam buku berukuran 30cmx20 cm itu.
Kalaupun mimpi itu tidak terwujud, setidaknya kami telah berani bermimpi. Kalaupun Allah berkehendak lain, setidaknya kami telah berani berencana. Dan tugas kami sejak 2 tahun yang lalu, saat ini, dan dimasa yang akan datang , adalah berjuang sekuat tenaga untuk mencapainya.
InsyaAllah. 🙂