Bismillah,
3 Januari lalu, pagi hari waktu Canberra, kami (saya dan istri) mendapat kabar yang mengejutkan. Kabar duka seorang sahabat kuliah kami di Ilmu Komputer IPB dahulu, meninggal karena sakit dan cukup tiba-tiba. Saya pribadi cukup tahu sahabat saya ini karena saya sering menjadi penghuni gelap kosannya.
Orangnya baik, puitis, gemar mengumpulkan komik & anime – otaku? relatif, penggemar kecap, etc.
2011 mungkin menjadi kali terakhir kami bertemu sebelum saya dan istri terbang ke Australia untuk melanjutkan pendidikan dan hidup.
Beberapa pelajaran yg bisa kita ambil dari perginya sabahat kami ini,
- maut itu dekat, tiada yang tahu kapan giliran kita? maka sudah siapkah kita?
- bahwa semua amalan kita dicatat, bahkan di duniapun sudah bisa kita traceback – lewat web, sosial media, etc. maka lihat balik jejak kita, semoga kita meninggalkan jejak yang baik.
- sebab apakah keletihan yang kita rasakan? akhirat kah? atau hanya untuk dunia? maka berletihlah pada jalan ketaqwaan dan kebaikan, dan mencoba, berusaha, berbagi dan mengajak pada kebaikan sebagai bekal akhirat kita.
- memilih teman itu penting, teman yang selalu mengingatkan kepada ketaqwaan. Semoga ketika tiba giliran kita kembali, mereka ikut mendo’akan.
- waktu tidak akan pernah kembali. Semoga kita dapat memanfaatkannya secara penuh.
Selamat jalan sahabat, Allahummagfirlahu warhamhu wa’afihii wa’fu’anhu…