Sejak kecil saya tumbuh di lingkungan di mana ibu sangat mendukung anak-anak untuk bermain. Masih lekat dalam ingatan ketika dulu beliau membawa berbagai macam jenis mainan sepulang bekerja. Meski mainan tersebut sebagian besar adalah mainan bekas yang dibeli dari second-hand market, tapi kami saat itu selalu bahagia luar biasa. Ketika kami masih kecil, ibu juga sering membuat mainan dari bahan-bahan bekas. Saya masih ingat ketika beliau membuat miniatur boneka kecil dari kain, benang, dan kertas. Dalam beberapa kesempatan, ibu juga terlibat aktif saat kami bermain. Saat bermain board game Monopoli, misalnya, beliau ikut menjadi pemain sekaligus menjadi banker yang mengatur laju keuangan. Ketika saya kalah, ibu dengan sabar ikut mendampingi proses saya untuk belajar menerima kekalahan dari permainan yang kemudian dianalogikan dengan kasus dalam kehidupan sehari-hari.
Kebiasaan ibu membeli mainan dan ikut bermain ini ternyata menurun kepada saya. Dan sama seperti ibu, saya sangat suka aktivitas bermain dengan anak-anak. Tapi sebenarnya significant-kah aktivitas bermain ini untuk perkembangan kecerdasan mereka? Jika iya, maka pendekatan permainan seperti apa yang dapat berperan secara significant?
Sebenarnya, pentingkah aktivitas bermain untuk anak-anak ini untuk perkembangan kecerdasan mereka?
Nah, postingan kali ini saya tulis untuk menjawab pertanyaan di atas dan sekaligus menjawab rasa penasaran saya hehe. Pertanyaan dengan nada serupa sering terlintas ketika menghabiskan waktu untuk bermain dengan Dzaky (anak saya yang kini berusia 19 bulan). Karena rasa penasaran, saya mencoba mencari jawaban dari pertanyaan-pertanyaan terkait pentingnya aktivitas bermain untuk anak dari berbagai literatur.
Sedikit disclaimer :D. Sebelumnya, penting untuk digarisbawahi bahwa latar belakang bidang keilmuwan saya bukanlah psikologi anak. Jadi mohon maaf atas berbagai kekurangan dari segi keilmuwan yang mungkin ada dalam postingan ini. Sebaliknya, postingan ini adalah salah satu usaha saya untuk memahami dunia anak dengan lebih baik.
Berbeda dengan ilmu psikologi dimana pemikiran dan tingkah laku manusia dipelajari dengan seksama, latar belakang pendidikan saya adalah di dalam bidang ilmu komputer dimana umumnya kami menghabiskan banyak waktu bergelut dengan pemodelan matematika, bahasa pemograman, dan mesin. Berbeda dengan mesin (seperti robot) yang dapat diprogram sebelum menjalankan sebuah misi (pre-programmed goal) , anak-anak terlahir dengan kemampuan yang luar biasa untuk memilih apa yang ingin mereka kerjakan. Kemampuan untuk belajar mandiri tanpa diperintah inilah yang menarik perhatian beberapa ilmuwan di bidang Artificial Intelligence (AI) termasuk para pakar robotika . Hal ini pula yang mengarahkan beberapa penelitian saat ini untuk membuat mesin memiliki motivasi intrinsik untuk belajar tanpa diperintah. Ya, seperti bayi yang secara naluriah memiliki rasa ingin tahu terhadap sesuatu yang baru (novelty). Jika robot memerlukan pemodelan matematika khusus agar dapat menumbuhkan rasa keingintahuan (curiosity) untuk belajar, anak-anak secara alami telah memiliki kemampuan-kemampuan luar biasa ini sejak lahir. Bagi saya hal ini sangat menarik dan inilah yang kemudian mendorong saya untuk lebih banyak membaca buku terkait psikologi anak dan mengaitkannya dengan perkembangan teknologi saat ini. Kemampuan anak untuk belajar secara mandiri ini kini telah banyak diadopsi oleh para pakar AI untuk membuat robot semakin cerdas.
- Apakah aktivitas bermain “benar-benar” penting untuk anak?
Menurut buku “Child’s Play” karangan Maja Pitamic [1], sebagai orang dewasa kita sering kali mengabaikan pentingnya bermain untuk anak-anak yang menunjang perkembangan anak-anak, baik secara mental dan fisik. Bermain adalah media yang dapat membantu anak terlibat langsung dalam mempelajari dunia dan lingkungannya. Sebagai contoh, beberapa aktivitas seperti role-playing game (bermain peran) dapat membantu mereka untuk mempelajari kemampuan yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari, seperti cara memakai baju, menata meja serta bagaimana bekerja sama dengan anak-anak lain. Oleh karena itu, aktivitas bermain sangat penting untuk anak-anak agar dapat mengenali dunianya. Bermain adalah media yang dapat membantu anak terlibat langsung dalam mempelajari dunia dan lingkungannya.
- Apakah teknik bermain khusus seperti pendekatan Montessori berperan penting untuk membantu proses anak dalam belajar?
Beberapa pendekatan seperti Montessori misalnya, menekankan bahwa berbeda dengan orang dewasa dimana indera yang dominan adalah penglihatan, anak-anak belajar melalui berbagai indera seperti indera penglihatan, pendengar, pengecap, pembau dan peraba [2]-[3]. Indera-indera ini merupakan media alami anak-anak untuk belajar. Sebagai contoh seorang bayi akan mempelajari objek baru dengan menggigitnya atau dengan meraba permukaan objek dengan jari-jarinya. Ini merupakan cara mereka belajar.
Rasa ingin tahu yang muncul secara alami dari diri bayi ini pula yang kemudian diadopsi oleh para pakar AI untuk membuat robot memiliki self-motivation untuk mempelajari lingkungannya . Berbeda dengan pendekatan AI tradisional dimana robot diprogram untuk mempelajari hal tertentu, beberapa penelitian kini diarahkan agar robot memiliki rasa ingin tahu (curiosity) untuk belajar tanpa harus diperintah sebelumnya, sama seperti bayi yang dapat belajar dengan dorongan motivasi internal.
Pendekatan Montesori melatih bagaimana memaksimalkan penggunakan indera-indera anak ini melalui berbagai aktivitas bermain, seperti melatih indera penglihatan dan peraba dengan memindahkan beras dari satu wadah ke wadah lainnya,bermain dengan adonan play dough, menggambar dengan cat warna yang dibuat dengan pewarna alami makanan, dan sebagainya. Dan tidak harus terfokus pada alat-alat mahal dan khusus, sebenarnya permainan anak-anak seperti bermain di alam terbuka dengan tanah, mengenali berbagai objek baru seperti tekstur tanah, batu dan air juga merupakan pendekatan berbasis Montessori. Penekanannya adalah kepada memaksimalkan fungsi-fungsi indera anak-anak, karena indera-indera inilah yang mendukung proses mereka dalam belajar.
Salah satu sahabat pernah bertanya mengapa saya mau bersusah payah membersihkan sisa beras yang tersebar di lantai saat sedang mempraktekkan salah satu permainan Montessori dimana sang anak harus memindahkan beras dari satu tempat ke tempat lain. Pertanyaan ini tentu sangat menarik ;D. Pun ketika anak-anak cenderung memakan biji kacang hijau daripada memindahkannya dari satu gelas ke gelas lain, apakah kemudian dikatakan pendekatan Montessori gagal dipraktekkan? 😀
Nah menurut Maja dan Claire [1], penting untuk diingat bahwa proses kebersamaan yang kita lalui saat bermain sangat penting, dan prosesnya tidak harus sempurna. Faktor yang penting adalah anak merasa senang dan dapat meng-explore fungsi indera-inderanya. Jadi jangan khawatir jika anak malah mengobrak-abrik beras daripada memindahkannya dari satu gelas ke gelas lainnya :D.
Selain itu dengan pendekatan Montessori, orang tua/care giver dapat mendampingi anak ketika sedang menghadapi saat-saat sulit (seperti saat ia mengalami frustasi ketika merasa gagal menjalankan salah satu task dalam permainan). Sehingga jangan khawatir jika skenario bermain yang anda rancang tidak sesuai dengan kenyataan karena bukan itulah inti dari pelajaran Montessori :).
Jangan khawatir jika skenario bermain yang anda rancang tidak sesuai dengan kenyataan karena bukan itulah inti dari pelajaran Montessori :).
Dan meskipun proses menyiapkan-bermain-membersihkan permainan berbasis Montessori memerlukan kesabaran-dan-tenaga “extra”, saya melihat bahwa pendekatan ini banyak berkontribusi untuk meningkatkan konsentrasi anak. Seperti saat anak berfokus untuk menyelesaikan suatu task tertentu dalam permainan. Dan faktor konsentrasi ini sangat penting untuk proses belajar bagi anak. Di usia belia , anak-anak umumnya sangat suka melakukan kegiatan fisik dan terkadang sulit bagi mereka untuk berkonsentrasi. Sebaliknya, proses belajar ternyata membutuhkan konsentrasi. Oleh karena itu jika memperhatikan robot-robot yang sedang melakukan proses learning, umumnya robot-robot ini akan menghabiskan beberapa detik untuk fokus terhadap objek tertentu*. Dan tentu saja berbeda dengan robot yang bisa diam dan berkonsentrasi penuh, membuat anak berkonsentrasi dengan aktivitas permainan tertentu tentu bukan hal yang mudah :D.
Secara umum, konsentrasi membantu anak untuk berfokus terhadap apa yang sedang dipelajarinya dan hal ini memudahkan pembentukan mental image yang kemudian akan di-transfer ke otak sang anak.
Konsentrasi membantu anak untuk berfokus terhadap apa yang sedang dipelajarinya dan hal ini memudahkan pembentukan mental image yang kemudian akan di-transfer ke otak sang anak.
Ini merupakan satu tahapan penting dalam proses belajar. Visualisasi teknik yang menggunakan indera seperti menulis menggambar, berbicara, dan menulis merupakan berbagai aktivitas yang dapat meningkatkan konsentrasi. Oleh karena itu beberapa pendekatan bermain saat ini menekankan kepada kegiatan-kegiatan yang membutuhkan konsentrasi. Intinya dengan berkonsentrasi, anak lebih mudah untuk belajar.
Nah saat ini ketika saya ditanya, mengapa aktivitas bermain penting untuk Anak?
The answer can be as simple as it sounds, playing is just the way children learn :). So just enjoy the process and have fun with it :)!
Medria
Referensi
[1] Pitamic, Maja. & McCarthy, Claire, MD. Child’s play : Montessori games and activities for you and your toddler. Pymble, N.S.W : Simon & Schuster Australia, 2008.
[2] Lillard, Paula Polk, and Lynn Lillard Jessen. Montessori from the start: The child at home, from birth to age three. Schocken, 2008.
[3] Adams, Ken. Bring out the genius in your child. Ward Lock, 1997
*) Untuk yang tertarik melihat salah satu contoh bagaimana robot belajar dengan berbasis curiosity-driven learning bisa melihat di link ini http://www.pyoudeyer.com/curiosity-and-information-seeking-in-cognitive-development/.
One Reply to “Bermain, Pentingkah untuk Anak?”